KEAGUNGAN PANCASILA DAN KERINDUAN MENJADI INDONESIA
KEAGUNGAN PANCASILA DAN KERINDUAN MENJADI INDONESIA
Pancasila adalah embrio atau sel yang memberi daya hidup bagi Indonesia. Getar ziarah Indonesia digerakkan oleh nilai-nilai luhur yang terbungkus dalam ideologi Pancasila. Pancasila adalah lokomotif yang menggerakkan gerbong kehidupan bangsa Indonesia. Ia lahir dan tercipta untuk merawat “rumah Nusantara” agar tetap menjadi Indonesia yang sesungguhnya. Hal ini senada dengan pernyataan Yudi Latif yang mendasarkan refleksi dan pemikirannya tentang Indonesia berdasarkan keluhuran nilai-nilai hidup yang terkandung dalam Pancasila. Baginya, keindonesiaan kita terbentuk secara alamiah dalam terang nilai-nilai luhur Pancasila. Prof Yudi Latif menafsir Pancasila sebagai titik temu, titik tumpu dan titik tuju bagi gerak ziarah bangsa dan negara kita. Hal ini berarti semua aspek dan dimensi hidup berbangsa dan bernegara “berbahan bakar” nilai-nilai mulia Pancasila. Nasionalisme kita sebagai bangsa dan orang Indonesia terbentuk dalam penghayatan dan aplikasi hidup kita yang selaras dengan nilai-nilai mulia Pancasila. Kebesaran dan keharuman nama Indonesia adalah hasil kesaktian Pancasila yang membalut dan menghidupi ziarah bangsa dan negara.
Kelahiran Pancasila dan Inspirasi kebangsaan
Momentum 1 Juni (kelahiran Pancasila) adalah saat jeda bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan kembali kesaktian Pancasila dalam gerak ziarah bangsa Indonesia. Ini adalah “saat keramat dan sakral” di mana keluhuran Pancasila disyukuri, dimaknai, serentak juga digugat dan digugah. Rekam kisah sejarah menceritakan perihal lahirnya dasar negara Indonesia yang memberi landasan bagi kehidupan bernegara. Beberapa pemikir dan tokoh sejarah “dipaksa” untuk memikirkan tentang fondasi dan karangka hidup berbangsa dan bernegara. Ide dan gagasan mereka tersimpul dalam satu kesepakatan bersama yang bernama Pancasila. Ide mereka tentang Indonesia melampaui sekat primordial agama, etnis, suku, bahasa, wilayah dan adat istiadat. Partikularitas kedaerahan dan agama tidak menjadi tembok penghalang bagi mereka untuk menyatukan satu ide kebangsaan yang mampu menguatkan bangunan rasa kebangsaan. Di sini, Pancasila dicipta dan didesain sebagai sebuah “rumah” yang mampu menguatkan ziarah kehidupan bangsa dan negara. Pancasila akhirnya lahir, diterima dan dihidupi sebagai “roh” bagi kehidupan bangsa dan negara.
Proses lahirnya Pancasila sebagai dasar hidup bernegara mengisahkan cerita tentang keberagaman dan pluralitas yang menjadi ciri khas keindonesiaan kita. Indonesia adalah keberagaman. Pancasila memberi warna tentang kebinekaan, sekaligus memberi kekuatan untuk terus membumikan keberagaman dalam perjalanan hidup berbangsa dan bernegara. Historia bangsa menggambarkan dengan jelas tentang keberagaman dan pluralitas yang mewarnai proses pembentukan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam buku berjudul “ Wawasan Pancasila” karangan Yudi Latif, dikisahkan tentang kemajemukan primordial sebagai landcape/latar proses lahirnya ide Pancasila. Kemajemukan ini juga nampak dalam beragam peserta yang hadir dalam perundingan dengan beragam latar belakang agama, etnis, suku, bahasa dan karakter kedaerahan. Bahkan dikisahkan ada yang datang dari latar belakang etnis non pribumi, seperti etnis Tionghoa dan Arab.
Potret keberagaman dan pluralisme ini menjadi basis yang kuat untuk menghasilkan dasar negara yang mampu menyatukan kehidupan masyarakat yang tersebar dari ujung Sabang sampai pelosok Merauke. Ini berarti Pancasila tidak lahir dari sebuah homogenitas ide/gagasan, melainkan tercipta dari heterogenitas hidup masyarakat Indonesia. Pancasila telah merangkum dan menjadi titik simpul gerak ziarah keindonesiaan kita. Pancasila menjadi sakti karena mampu melindungi dan menguatakan seluruh aspek dan dimensi hidup masyarakat dan negara.
Pancasila dan wajah Indonesia saat ini
Semenjak terlahir dari rahim ibu pertiwi 1 Juni 1945, Pancasila telah menjadi inspirasi dalam mengolah dan mengatur kehidupan bangsa dan negara. Kemuliaan nilai-nilai Pancasila menerobos masuk dalam semua dimensi hidup masyarakat baik kehidupan sosial, politik, hukum, kebudayaan, agama, ekonomi, pertahanan keamanan dan dimensi kehidupan yang lain. Karena lahir dari sebuah wadah pluralitas, maka nilai-nilai Pancasila mampu menjangkau, bahkan melampaui semua realitas hidup masyarakat Indonesia. Pancasila hidup dan telah menjadi jantung yang memberi “daya hidup” bagi Indonesia. Pancasila telah menjadi tembok kokoh yang mampu membuat bangsa Indonesia berdiri tegak sampai saat ini.
Dalam konteks sekarang, apakah Pancasila masih menjadi inspirasi yang menguatkan bangunan kehidupan bangsa Indonesia? Apa kabar Pancasila saat ini? Apakah Pancasila masih berfaedah bagi hidup bangsa dan rakyat? Mungkinkah Pancasila tetap menginspirasi cara hidup masyarakat Indonenesia? Apakah nilai-nilai luhur yang tercermin dalam lima sila Pancasila telah dihayati dan dihidupi secara paripurna oleh masyarakat Indonesia? Inilah beberapa pertanyaan gugatan yang harus diangkat dalam percakapan kita tentang urgensi nilai Pancasila bagi Indonesia. Pancasila yang sakti itu seharusnya telah meleburkan kita dalam keluhuran sikap dan tindakan positif dalam realitas kehidupan berbangsa.
Melihat potret kehidupan bangsa Indonesia satu dekade terakhir sepertinya kita telah kehilangan roh Pancasila dalam tata kelolah kehidupan berbangsa dan bernegara. Sepertinya ada yang hilang dari spirit keindonesiaan kita. Ada beberapa sikap dan perilaku kita sebagai masyakarat yang telah menodai makna luhur Pancasila. Ini nampak nyata dalam keseharian hidup kita setiap hari seperti, korupsi, fanatisme agama, kemiskinan, kerusakan alam semesta, pelanggaran HAM, separatisme daerah, disintegrasi bangsa, radikalisme agama, pragmatisme politik, konflik agama/etnis, fundamentalisme etnis. Ini adalah beberapa racun yang telah merenggut dan menodai keindonesiaan kita sebagai bangsa yang berideologi Pancasila.
Pancasila dan kerinduan menjadi Indonesia
Sejauh ini apakah kita telah menjadi Indonesia yang sesungguhnya? Kita sebenarnya telah kehilangan rasa nasionalisme keindonesiaan kita. Realitas hidup bangsa dan rakyat kita telah keluar dari alur nilai-nilai luhur Pancasila. Kita telah tercemar dengan “ideologi-ideologi impor” yang merusakan dan meluluhlantakan keindonsiaan kita yang asli. Arus globalisasi yang deras telah menghantam kekuatan bangsa dan negara kita. Globalisasi yang berlari kencang membawa serta racun-racun berbahaya yang membinasakan rasa kebangsaan kita, bahkan mencederai nilai-nilai Pancasila. Virus globalisasi itu antara lain liberalisme, komunisme, radikalisme, komunisme, fundamenlisme agama, konservatisme agama. Dari sekian banyak racun berbahaya ini, salah satu yang paling kuat menghantam rasa keindonesiaan kita adalah fundamentalisme agama. Spirit ini yang selanjutnya melahirkan radikalisme dan konservatisme agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Masyarakat dan bangsa terpecah dan terpolarisasi secara besar-besaran karena ada kekuatan fundamentalisme agama yang mencoba merong-rong rasa kebangsaan kita. Agama yang berkarakter luhur ditunggangi demi kepentingan pramatis politik dan ekonomi. Hal ini tampak nyata dalam kelompok radikalis agama (HTI, JII, FPI) yang memaksakan konsep agama (khilafa) dalam kehidupan bernegara. Gerakan gerakan ini begitu kuat dan diterima oleh masyarakat Indonesia yang “mabuk agama”. Hai ini berlanjut dalam realitas konflik agama dan kekerasan atas nama agama yang terjadi dalam momen-momen menjelang pesta demokrasi seperti pilpres, pilgub dan pilkada. Ini adalah realitas konkret yang menghancurkan rasa keindonesiaan kita sebagai warga bangsa. Ini adalah sebuah potret buram kehidupan bangsa Indonesia yang semakin mencoreng keluhuran nilai Pancasila yang menghargai keberagaman/pluralitas.
Momen 1 Juni tahun ini (hari kelahiran Pancasila) seharusnya menjadi titik refleksi bagi kita untuk merevitalisasi nilai luhur Pancasila dalam cara berbangsa dan bernegara kita. Ini adalah momen sakral, di mana kita semua sebagai warga bangsa kembali memeluk keindonesiaan kita dengan hidup selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks sekarang, kita merindukan Indonesia yang jauh dari konflik agama, politisasi agama dan radikalimse agama. Pancasila yang kita banggakan adalah Pancasila yang mengharuskan kita menghormati perbedaan, mencintai keberagaman dan hidup harmonis sebagai warga bangsa. Pancasila tidak beragama. Ia adalah milik kita semua warga bangsa. (viantolok)




